Hariansolok.com Sebagian anak zaman now Jakarta ketika mendengar kata Rasuna Said yang terbayang dibenaknya adalah sebuah jalan utama di sekitar Kuningan Jakarta Selatan. Ada benarnya juga nama HR Rasuna Said diabadikan menjadi nama jalan sepanjang 4,9 KM dari Setia Budi sampai Mampang Prapatan. Jauh dari sekedar nama jalan HR Rasuna Said adalah seorang perempuan pejuang kemerdekaan.
Lalu siapakah HR Rasuna Said, Berikut Ulasannya
Rasuna Said lahir di Maninjau, Kabupaten Agam Sumatera Barat tanggal 14 September 1910. Ayah Rasuna Said adalah seorang saudagar Minangkabau dan juga mantan aktivis pergerakan bernama Muhammad Said. Kecerdasan dan pikiran kritis Rasuna Said agaknya sudah diwariskan dari Sang Ayah.
Setelah menamatkan sekolah dasar di Maninjau, Rasuna Said dikirim oleh ayahnya untuk melanjutkan pendidikan di pesantren Ar-Rasyidiyah. Di zaman itu, Rasuna Said menjadi satu-satunya santri perempuan di pesantren Ar-Rasyidiyah. Rasuna Said dikenal sebagai sosok yang cerdas serta pemberani.
Setelah menyelesaikan pendidikannya di Pesantren Ar-Rasyidiyah, Rasuna Said melanjutkan pendidikannya ke Diniyah Putri Padang Panjang Sumatra Barat. Yang merupakan sebuah pondok pesantren modern khusus putri.
Disinilah Rasuna Said bertemu dengan Rahmah El Yunusiyyah, seorang tokoh perempuan gerakan Thawalib (organisasi massa Islam). Gerakan Thawalib merupakan salah satu organisasi massa Islam yang paling awal di Indonesia yang berbasis di Sumbar. Gerakan Thawalib mengusung Islam modernis di Indonesia, sebuah reformasi Islam dengan penekanan berat pada Alquran, hadis, serta pendidikan ilmiah modern.
Kiprah Perjuangan HR Rasuna Said
Di usia yang sangat belia yaitu 16 tahun, pada tahun 1926 Rasuna Said memutuskan untuk berjuang di ranah politik dengan menjadi sekretaris organisasi Sarekat Rakyat (SR) cabang Sumatera Barat. Tokoh sentral organisasi ini adalah Tan Malaka.
Berselang empat tahun kemudian, Rasuna Said, yang juga bergabung dalam organisasi Sumatra Thawalib. Rasuna ikut merintis berdirinya Persatuan Muslimin Indonesia (PERMI). Pada 1932, PERMI resmi menjadi partai politik yang berlandaskan Nasionalisme-Islam.
Di PERMI, Rasuna bertugas di bagian seksi propaganda. Dia juga berperan mendirikan sekolah, tempat kader-kader muda partai diajar keterampilan membaca dan menulis.
Dalam aktivitasnya sebagai propagandis, Rasuna kerap berorasi di hadapan publik yang mengkritik pemerintah kolonial Belanda. Rasuna mengecam cara Belanda memperbodoh dan memiskinkan bangsa Indonesia. Karena keberaniannya mengkritik pemerintah Belanda, ia dijuluki ‘singa betina’.
Tak jarang di tengah pidatonya, Rasuna dipaksa berhenti dan diturunkan dari podium oleh aparat pemerintah kolonial Belanda yang khusus mengawasi kegiatan politik (PID). Puncaknya terjadi ketika Rapat Umum PERMI di Payakumbuh pada 1932. Saat Rasuna berpidato, datang aparat yang memaksanya berhenti. Ia pun ditangkap, diajukan ke pengadilan kolonial.
Sejarah mencatat Rasuna Said sebagai wanita pertama yang terkena hukum Speek Delict, yaitu hukum kolonial Belanda yang menyatakan siapapun dapat dihukum karena berbicara menentang Belanda. Pada 1932, Rasuna ditangkap bersama Rasimah Ismail, teman seperjuangannya, dan dipenjara di Semarang.
Setelah menjalani penjara Kolonial Belanda selama satu tahun dan dua bulan dengan dakwaan ujaran kebencian Rasuna Said bebas. kemudian Rasuna melajutkan pendidikannya di Islamic College pimpinan KH Mochtar Jahja dan Dr Kusuma Atmaja.
Pemerintahan Kolonial Belanda semakin mempersempit ruang gerak perjuangan PERMI di Minangkabau, Rasuna memutuskan untuk hijrah ke Medan. Di Medan Rasuna memulai kiprahnya di dunia jurnalistik bersama sejumlah majalah, termasuk Suntiang Nagari, Raya, dan Menara Poeteri.
Di Medan Rasuna Said juga mendirikan lembaga pendidikan khusus untuk kaum perempuan. Para murid diajarkan betapa pentingnya peranan kaum perempuan dalam proses perjuangan untuk mencapai kemerdekaan yang dicita-citakan. Perempuan mempunyai hak yang setara dengan pria di bidang pendidikan, ekonomi, sosial, budaya, dan politik.
Sejarah perjuangan bangsa terus berlanjut, selama era penjajahan Jepang sejak 1942, Rasuna Said terus berkiprah. Rasuna turut menggagas berdirinya perkumpulan Nippon Raya yang sebenarnya bertujuan untuk membentuk kader-kader perjuangan.
Seperti hal di zaman Belanda atas tindakannya ini, dia dituduh menghasut rakyat. Kepada seorang pembesar Jepang, Rasuna mengatakan “Boleh Tuan menyebut Asia Raya karena Tuan menang perang. tetapi Indonesia Raya pasti ada di sini,” kata Rasuna sambil menunjuk dadanya sendiri.
Akhir Hidup Rasuna Said
Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945, Rasuna memberikan kontribusinya untuk mengisi kemerdekaan. Rasuna Said aktif di Badan Penerangan Pemuda Indonesia dan Komite Nasional Indonesia.
Rasuna menjabat dalam Dewan Perwakilan Sumatra sebagai wakil Sumatra Barat. Kemudian, ia diangkat menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Serikat (DPR RIS).
Setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959, Rasuna menjadi anggota Dewan Pertimbangan Agung sampai akhir hidupnya.
Rasuna Said wafat pada 2 November 1965 di Jakarta akibat sakit kanker darah yang dideritanya. Atas jasanya, ia dinobatkan menjadi Pahlawan Nasional berdasarkan Surat Keppres RI No. 084/TK/Tahun 1974 pada 13 Desember 1974. Namanya juga dijadikan sebagai nama jalan protokol di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, serta di daerah asalnya, Padang, Sumatera Barat. (Arsip Sejarah/ Berbagai Sumber)